TIMES MAKASSAR, PACITAN – Pola asuh yang kurang tepat dinilai menjadi faktor utama penyebab stunting di Kabupaten Pacitan.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, dan Pemberdayaan Perempuan serta Perlindungan Anak (PPKB dan PPPA) Pacitan, Jayuk Susilaningtyas, menyebut angka ini mencapai 80 persen dari total kasus yang ada.
"Kan angka stunting Pacitan itu penyebab paling banyak 80 persen karena pola asuh, selain faktor penyakit bawaan dan kurang gizi," ungkap Jayuk saat ditemui pada Jumat (25/7/2025).
Pernyataan ini menjadi alarm penting bahwa stunting tak semata soal gizi, tetapi sangat dipengaruhi bagaimana orang tua—terutama ayah dan ibu—membesarkan anak. Menurut Jayuk, peran kedua orang tua mutlak diperlukan untuk memastikan tumbuh kembang anak berjalan optimal.
"Anak yang dekat dengan ayah memiliki kecenderungan sifat berani, tegas, lebih maskulin dan berkarakter. Berbeda dengan anak yang hanya diasuh oleh sang ibu, karena cenderung perasaan," jelasnya.
Ia menekankan, kasih sayang dan keterlibatan kedua orang tua harus hadir dalam pola pengasuhan. “Pola asuh orang tua sangat penting, sehingga seorang anak merasa merasakan kasih sayang secara optimal, anak itu anak ayah juga, bukan hanya anak ibu,” tambahnya.
Sebagai upaya konkret, Dinas PPKB dan PPPA menggagas program Sekolah Orang Tua Hebat yang terdiri dari 13 materi edukatif.
Materi tersebut mencakup Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), penyusunan menu makanan anak sesuai anjuran, menjauhkan anak dari media sosial sebelum usia dua tahun, stimulasi motorik, hingga perencanaan keluarga yang sehat.
“Kami bekerjasama dengan lintas sektor melaksanakan komunikasi, informasi, dan edukasi. Program ini tidak hanya teori, di sana ada alat peraga juga dan praktik,” kata Jayuk.
Namun, tantangan besar dihadapi saat mengajak para ayah ikut aktif. Banyak dari mereka enggan hadir dengan alasan pekerjaan. Sebagai solusi, program ini menghadirkan aktor pengganti yang mewakili peran ayah saat sesi praktik.
“Karena mendatangkan ayah begitu susah dengan alasan bekerja, akhirnya saat praktik menghadirkan seseorang yang disosokkan sebagai pemeran ayah,” ujarnya.
Dinas juga menjalankan edukasi melalui Dapur Sehat Atasi Stunting. Melalui program ini, orang tua diajarkan membuat menu bergizi yang sesuai kebutuhan anak. Jayuk menegaskan, pihaknya hanya berfokus pada edukasi, sedangkan penanganan makanan tambahan menjadi wewenang Dinas Kesehatan dan pemerintah desa.
“Edukasi menu sehat itu bagian kami. Soal makanan tambahan, itu bidang Dinkes dan desa,” imbuhnya.
Data terbaru dari Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 menunjukkan tren positif. Angka stunting di Pacitan menurun drastis dari 20,9 persen di tahun 2023 menjadi 11,8 persen di tahun 2024.
Kendati demikian, Jayuk mengingatkan bahwa ancaman masih ada, khususnya di wilayah dengan keluarga berisiko tinggi seperti Kecamatan Arjosari.
Di wilayah ini, kasus stunting dipicu oleh praktik ‘Empat T’: menikah terlalu muda, jarak kelahiran anak terlalu dekat, jumlah anak terlalu banyak, dan usia orang tua yang terlalu tua saat melahirkan.
“Empat T ini jadi pemicu di kecamatan-kecamatan tertentu, dan harus jadi perhatian bersama,” tutup Jayuk.
Dengan menempatkan pola asuh sebagai titik krusial dalam mencegah stunting, Pemerintah Kabupaten Pacitan mengajak seluruh pihak untuk lebih sadar dan aktif dalam pengasuhan anak. Edukasi orang tua menjadi kunci membangun generasi sehat dan berkualitas. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Sebesar 80 Persen Kasus Stunting di Pacitan Dipicu Pola Asuh Orang Tua
Pewarta | : Yusuf Arifai |
Editor | : Ronny Wicaksono |